Jokotole

 Tiga hari lamanya Jokotole bersama isterinya berada di keraton Sumenep. Ia ingin mencari ayahnya.
Pada hari itu, ia berpamitan pada ibu dan isterinya untuk mencari ayahnya ke gunung Gegger. Jokotole diijinkan, lalu ia berangkat sendirian.
Sesampainya di gunung Gegger. Dari jauh Jokotole melihat cahaya kemilauan yang sangat terang. Cahaya itu didekatinya, dan ternyata ada seorang laki-laki tampan yang sedang duduk bersila dengan dililiti akar pohon beringin. Jokotole dipanggil. Lalu mendekat sambil menyembah. Konon ditempat itu sangat angker, tidak ada orong yang berani mendekat. Jangankan orang, burung pun yang terbang di atasnya pasti jatuh.

“Kamu itu siapa. Dari mana. Dan apa keperluanmu datang kesini?” tanya Adipoday pura-pura tidak tahu.
‘Keperluan hamba kesini adalah untuk mencari ayah. Dan hamba adalah Jokotole dari Sumenep.’ Jawab Jokotole.
‘Ayahmu jangan dicari. Bagaimanapun juga kau tidak akan bertemu dengan ayahmu. Pulang sajala ke Sumenep. Di sana kau akan menjadi raja, menggantikan kakekmu,” kata Adipoday.
“Selain hamba masih belum bertemu dengan ayah,hamba tidak akan pulang. Ke manapun saja akan hamba cari. Dan, hamba tidak ingin menjadi raja,” ujar Jokotole penasaran.
“Biarpun kamu mengelilingi dunia sampai ke bawah tanah. Ayahmu tidak akan kau temukan. Tapi ingatlah, jika pada suatu hari kamu menemukan kesulitan dalam peperangan, ayahmu akan datang untuk membantu kamu,” kata Adipoday pula.
“Bagaimapun juga, jika hamba masih belum bertemu dengan ayah, tetap akan hamba cari,” tegas Jokotole pada akhirnya.
Adipoday merasa kasihan, lalu beliau mengaku, “Ya, sebenarnya aku adalah ayahmu, Adipoday.”
Demikianlah, kemudian Jokotole diberi ilmu samar dan ilmu terang. Selesai diberi ilmu itu, Adipoday memanggil kudanya yang bernama “Megaremmeng”. Sebentar lagi kuda tersebut datang, lalu menyembah dihadapan Adipoday. Kuda yang bisa menghilang milik Adipoday itu berbulu hitam.
“Kamu ikut anakku, Jokotole. Dan, kamu akan menjadi kendaraanya nanti,” perintah Adipoday kepada kudanya.
Kuda tersebut menundukkan kepala serta menyembah dengan menggunakan isarat kaki depannya. Hal ini menandakan kalaun kuda itu mau menjadi kendaraan Jokotole.
“Kuda ini berfungsi sebagai prajurit perang yang bisa mengamuk sendiri. Sedangkan cemeti ini, jika dipukulkan pada gunung, maka gunung itu akan hancur. Jika dipukullkan pada air laut,maka air laut itu akan habis. Kalau dipukullkan pada angin, maka angin itu akan berhenti. Dan, jika dipukullkan pada musuh, maka musuh tersebut akan mati semua,” pesan Adipoday sambil memberikan cemeti pada Jokotole.
Jokotole cepat-cepat menerima kuda dan cemeti pemberian ayahnya. Ia menyembah, dan sekaligus berpamitan. Selesai berpamitan, Adipoday menghilang secara gaib. Jokotole sangat terkejut hingga gemetar sekujur badannya.
“Sekarang kamu pulang ke tempatnya, dan bla diperlukan akan kupanggil,” perintah Jokotole pada kudanya.
Kuda “Megaremmeng,” tadi menghilang secara gaib. Begitu kuda tersebut menghilang, Jokotole kembali ke Sumenep.
Sesampainya di keraton Sumenep, Jokotole memberitahukan pada ibu dan istrinya sejak berangkat hingga tiba di keraton kembali. Ibu dan istrinya sangat bangga mendengar penuturan anak dan suaminya.
Keesokan harinya, Raden Ayu Potre Koneng memanggil Patih Jayasenga. Ia disuruh menyusul Pangeran Saccadiningrat ke Majapahit. Patih Jayasenga berangkat dengan membawa pakaian untuk beliau.
Pada waktu itu Baginda raja Majapahit ada di balai pertemuan bersama Tumenggung dan Pangeran, serta Patih Gajahmada.
“Patih ! Bagaimana rencanamu untuk mengejar Patih Kodapanole?” tanya baginda tiba-tiba.
“Hamba telah melaksanakannya. Setelah dikejar,lalu terjadilah perang. Dalam peperangan tersebut, datanglah raja Gresik. Ia membantu Patih Kodapanole. Patih Kodapanole melarikan diri. Sehingga hamba berhadapan dengan raja Gresik. Dipandang tidak berguna, maka hamba pulang,” jawab Patih Gajahmada pura-pura.
“Aku kan sudah bilang pada kamu. Kalau sekiranya memalukan, jangan berangkat. Dan, kamu memaksa. Ini akibatnya, bala tentara banyak yang mati,” tandas baginda.
Ketika baginda raja memarahi Patih Gajahmada, tiba-tiba datanglah seorang utusan dari negeri Sumenep. Ia adalah Patih Jayasenga menyodorkan sepucuk surat buat baginda.
Isi surat tersebut ditujukan pada Pangeran Saccadiningrat, dan alamat pengirimnya adalah Jokotole atau Ario Kodapanole. Adapun isi surat itu adalah sebagai berikut : Hamba adalah cucu paduka, Ario Kodapanole. Sekarang hamba ada di keraton Sumenep bersama cucu paduka, Dewi Ratnadi, puteri Baginda sultan Brawijaya Majapahit. Dinda Dewi Ratnadi sudah sembuh dari penyakitnya. Raut wajahnya sangat cantik bila dibangdingkan dengan yang dulu.
Selesai membaca surat itu, baginda raja Majapahit tampak senang. Berikutnya adalah giliran Pangeran Saccadiningrat untuk membacanya.
Permaisuri baginda raja Majapahit tampak bangga juga begitu diberitahu oleh suaminya bahwa putrinya yang bernama Dewi Ratnadi telah sembuh dari penyakitnya.
“Aku sangat senang, karena puteriku bertemu dengan cucumu,” ujar baginda raja pada Pangeran Saccadiningrat.
Baginda Pangeran Saccadininggrat tersenyum, sebab beliau tidak merasa mempunyai cucu yang bernama Jokotole. Tapi hal seperti itu tidak diketahui oleh baginda raja Majapahit.
“Benar itu cucu paduka, putera Raden Ayu Potre Koneng, hasil dari mimpi,” bisik Patih Jayasenga pada Pangeran Saccadiningrat.
Patih Jayasenga menjelaskan secara panjang lebar. Setelah itu, Pangeran Saccadiningrat ingat, dan terus berpamitan pada baginda raja.
“Kalau paduka mengijinkan, kami mohon diri untuk pulang ke Sumenep. Kami ingin segera bertemu dengan cucu dan istrinya.” Ujar Pangeran Saccadiningrat.
“Ya, aku ijinkan. Aku mau mengirimkan pakaian buat putriku, sebab dulu waktu berangkat tidak membawa pakaian kecuali yang di pakai saja,” kata Sultan Brawijaya.
Ketika baginda raja Majapahit memberikan pakaian pada Pangeran Saccadiningrat, Patih Gajahmada merasa iri. Aku ini sudah lama mengabdi serta menjadi menantunya lebih dulu. Tapi tak pernah diberi pakaian sebanyak itu, pikir Patih Gajahmada dalam hatinya.
Sementara Pangeran Saccadiningrat bersama kerabatnya telah pulang. Mereka menumpang perahu menuju Sumenep.
Dalam perjalanan pulang itu, kini sampailah di kerato Sumenep. Baginda Pangeran Saccadiningrat duduk di kursi singgasana. Cucu, menantu, dan puterinya, sama-sama menyembah. Memperhatikan cucu dan istrinya itu, tampak Pangeran Saccadiningrat sangat senang. Siang malam tak henti-hentinya beliau bercakap-cakap dengan Jokotole.
Jokotole dikaruniai dua orang anak, yang pertama adalah Ario Wigananda, dan yang kedua perempuan.
Kini Pangeran Saccadiningrat sudah tua. Beliau lebih senag bersemedi. Pada suatu hari tahta kerajaan diserahkan pada Jokotole. Setelah Jokotole dinobatkan sebagai raja Sumenep, panggilannya berubah menjadi Pangeran Saccadiningrat II. Biarpun demikian, orang Sumenep lebih banyak memanggil Ario Kodapanole atau Jokotole.
Pada suatu hari Ario Kodapanole mengirimkan surat pada saudaranya di keraton Gresik. Isi surat itu adalah memberitahukan bahwa beliau sudah dinobatkan sebagai raja Sumenep, serta mengharap kedatangan adiknya karena ibunya ingin segera tahu.
Mendapat kiriman surat dari kakaknya, lalu baginda raja Gresik datang ke Sumenep bersama istri dan kedua anaknya. Yang laki-laki bernama Ario Banyak Modang, sedangkan yang bungsu adalah perempuan. Selain itu, masih ada lagi puteranya yang bernama Ario Susuli, namun tidak dibawa.
Pada waktu Banyak Wedi datang ke keraton Sumenep, Raden Ayu Potre Koneng merangkulnya dengan perasaan penuh haru dan bangga. Menantu dan kedua cucunya dirangkul juga. Sementara para iniang pengasuhnya dan para menteri yang ikut mendampingi dari Gresik merasa heran. Mereka menyangka bahwa Raden Ayu Potre Koneng bukan ibu Baginda raja Gresik.
Suasana di keraton Sumenep menjadi ramai. Bermacam-macam hiburan ikut serta meramaikan suasana itu. Dan, hiburan tersebut berlangsung selama empat puluh hari, serta para pengiring Baginda raja Gresik disediakan tempat masing-masing.
Usai acara hiburan, Baginda raja Gresik berpamitan pada ibu dan embahnya. Ibu dan embahnya sama-sama mengijinkan, namun kedua anaknya tidak diijinkan untuk dibawa ke Gresik. Mereka akan diambil anak oleh Raden Ayu Potre Koneng. Baginda raja Gresik setuju, dan beliau pulang kembali bersama permaisurinya dan pengiringnya ke Gresik.
Setelah cukup dewasa, putera raja Gresik yang bernama Ario Banyak Modang ditunangkan dengan puteri Patih Jayasenga. Sedangkan yang perempuan diunangkan dengan Ario Wigananda.

Itulah sedikit cerita tentang Jokotole yaitu tokoh Madura, Semoga Bermanfaat.